Penyebab Pasokan Air Bersih Tersendat

Ini Penyebab Pasokan Air Bersih Tersendat
Indonesia merupakan negara maritim dengan luas wilayahnya didominasi oleh lautan hampir 70 persen dibandingkan daratannya. Melimpahnya air yang ada di Indonesia tak lantas mampu memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat.
Masalah ketersediaan air bersih kerap terjadi baik di daerah pedesaan maupun di perkotaan. Padahal air adalah modal dasar untuk hidup dan mutlak harus dibutuhkan.
Di Pulau Jawa yang padat penduduknya dan dianggap lebih maju pembangunannya masih terbatas dalam penyediaan air bersih. Data pemerintah terakhir, pulau ini hanya mempunyai 4,5 persen potensi air tawar nasional padahal harus menopang 65 persen dari total jumlah penduduk di Indonesia.
Sistem pipanisasi (Air PAM) yang diterapkan hanya cukup mengaliri 23 persen rumah tangga di Indonesia, jumlah ini berpotensi berkurang jika terjadi kehilangan air akibat adanya perbuatan yang melanggar hukum maupun kebocoran pipa.
Untuk menjaga ketersediaan air bersih, PT PAM Lyonnaise Jaya (PALYJA), perusahaan penyedia air bersih mengajak masyarakat untuk menjaga pasokan air bersih dan meminimalisir kehilangan air sehingga tidak ada gangguan pasokan dan mutu air serta tidak menghambat pengembangan wilayah pelayanan yang belum terakomodasi sistem pipanisasi.
Untuk menjaga pasokan air bersih dimulai dengan cara menghemat penggunaan air, melaporkan pada petugas jika terjadi kebocoran pipa maupun terjadi pencurian air.
Kebocoran pipa air bawah tanah yang terjadi biasanya diakibatkan oleh kondisi fisik pipa (rusak, usang, tekanan beban jalan). Hal ini ditandai dengan dengan munculnya air jernih yang keluar terus menerus di selokan atau di badan jalan, tanaman yang tumbuh di tanah yang gersang dan genangan air tidak wajar.
Sedangkan jika terjadi pencurian air ini jelas berhubungan dengan hukum, jeruji besi membayangi dan denda pun akan didapat bagi para pelaku. Tindakan yang termasuk dalam pencurian air adalah :
1. Pemakaian ilegal: pemakaian air dari pipa secara tidak sah, yaitu tanpa melalui meteran air PALYJA.
2. Sambungan ilegal: sambungan liar dengan cara menyambung saluran air dari pipa PALYJA secara tidak sah.
3. Meteran yang diubah: melakukan perubahan meteran baik dengan cara merusak ataupun melepas meteran air PALYJA
Dengan upaya pencegahan bersama, kita akan dapat menikmati air bersih berkualitas terjamin.

Pengawasan Pemerintah
1. Data pemerintah terakhir, pulau ini hanya mempunyai 4,5 persen potensi air tawar nasional padahal harus menopang 65 persen dari total jumlah penduduk di Indonesia.
2. Sistem pipanisasi (Air PAM) yang diterapkan hanya cukup mengaliri 23 persen rumah tangga di Indonesia, jumlah ini berpotensi berkurang jika terjadi kehilangan air akibat adanya perbuatan yang melanggar hukum maupun kebocoran pipa.

Masalah
Pasokan air bersih tersendat dikarenakan :
1. Kebocoran pipa air bawah tanah yang terjadi biasanya diakibatkan oleh kondisi fisik pipa (rusak, usang, tekanan beban jalan). Hal ini ditandai dengan dengan munculnya air jernih yang keluar terus menerus di selokan atau di badan jalan, tanaman yang tumbuh di tanah yang gersang dan genangan air tidak wajar.
2. Sedangkan jika terjadi pencurian air ini jelas berhubungan dengan hukum, jeruji besi membayangi dan denda pun akan didapat bagi para pelaku. Tindakan yang termasuk dalam pencurian air adalah :
• Pemakaian ilegal: pemakaian air dari pipa secara tidak sah, yaitu tanpa melalui meteran air PALYJA.
• Sambungan ilegal: sambungan liar dengan cara menyambung saluran air dari pipa PALYJA secara tidak sah.
• Meteran yang diubah: melakukan perubahan meteran baik dengan cara merusak ataupun melepas meteran air PALYJA

Pencegahan
1. Untuk menjaga ketersediaan air bersih, PT PAM Lyonnaise Jaya (PALYJA), perusahaan penyedia air bersih mengajak masyarakat untuk menjaga pasokan air bersih dan meminimalisir kehilangan air sehingga tidak ada gangguan pasokan dan mutu air serta tidak menghambat pengembangan wilayah pelayanan yang belum terakomodasi sistem pipanisasi.
2. Untuk menjaga pasokan air bersih dimulai dengan cara menghemat penggunaan air, melaporkan pada petugas jika terjadi kebocoran pipa maupun terjadi pencurian air.

SUMBER

http://news.liputan6.com/read/2122001/ini-penyebab-pasokan-air-bersih-tersendat

SISTEMATIKA PEMBAHASAN PERUBAHAN UUD NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945  

  1. Pembahasan Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

UUD 1945 mengatur perubahan konstitusinya dalam dua ketentuan yaitu Pertama, ketentuan mengatur kewenangan MPR menetapkan UUD dan Kedua, ketentuan yang mengatur cara perubahan UUD yang terdiri dari persyaratan kuorom dan pengesahan perubahan. Menurut pasal 37, sahnya perubahan UUD adalah apabila disetujui oleh 2/3 dari jumlah anggota majelis yang hadir yaitu 2/3 dari jumlah seluruh anggota majelis. Maka dengan demikian, secara matematis hanya dibutuhkan suara terbesar 2/3 kali 2/3 kali seluruh jumlah anggota majelis, atau 4/9 atau sama dengan 44,4 % suara dari seluruh jumlah anggota majelis. Oleh karena persyaratan keabsahan perubahan UUD itu kurang dari 50 % dari seluruh anggota majelis, maka di lihat dari sisi jumlah suara, cara demikian itu dapat diklarifikasikan sebagai cara yang mudah.

Selanjutnya, pelaksanaan perubahan konstitusi itu di atur dalam Ketetapan MPR NO. II/MPR/1999 tentangPeraturan Tata tertib MPR RI. Tap MPR ini sebenarnya bersifat umum, sebagi pedoman majelis dalam melaksanakan perubahan UUD. Dalam pasal 29 Tap MPR di atur tingkatan pembicaraan untuk membahas materi-materi dalam rapat atau sidang MPR. Tingkatan pembicaraan itu adalah sebagai berikut :

Tingkat I        : Pembahasan oleh badan pekerja majelis terhadap bahan-bahan yang masuk. Hasil dari perubahan tersebut merupakan rancangan ketetapan/keputusan majelis sebagai bahan pokok pembicaraan tingkat II.

Tingkat II       : Pembicaraan oleh rapat paripurna majelis yang yang didahului oleh penjelasan pimpinan dan dilanjutkan dengan pemandangan umum fraksi-fraksi.

Tingkat III     : Pembahasan oleh komisi dan panitia Ad Hoc majelis semua hasil pembicaraan tingkat I dan II. Hasil pembahasan pada tingkat III merupakan rancangan ketetapan/keputusan majelis.

Tingkat IV     : Pengambilan keputusan oleh rapat paripurna majelis setelah mendengar laporan 7jkm dari pimpinan komisi/panitia Ad Hoc dan bilamana perlu dengan kata terakhir dari fraksi-fraksi.

Dengan berpedoman kepada pasal 37 UUD 1945 dan tata tertib tersebut, MPR untuk pertama kalinya melaksanakan kewenanngnya merubah UUD 1945. Perubahan UUD ini terjadi pada tahun 1999 sampai dengan tahun 2002. Proses perubahan ini terjadi dengan urut-urutan sebagi berikut :

Pertama : Pembahasan perubahan UUD oleh Badan Pekerja MPR yang dilaksanakan oleh Panitia Ad Hoc I (PAH I). Dalam tahap ini, PAH I menyertakan tim ahli yang terdiri dari para guru besar Hukum Tata Negara dan ahli politik dari berbagai perguruan tinggi negeri ataupun swasta, untuk di dengar pandangan-pandangan mereka sehubungan dengan perubahan UUD 1945.

Kedua : pemandangan umum fraksi-fraksi MPR dalam sidang paripurna MPR atas rancangan UUD hasil badan pekerja.

Ketiga : Pembahasan di Komisi A terhadap semua hasil pembicaraan tahap pertama dan kedua itu. Hasil pembahasan pada tahap ini merupakan rancangan/keputusan majelis mengenai draf perubahan UUD 1945. Draf perubahan itu kemudian diajukan oleh Komisi A dalam rapat paripurna sidang majelis.

Pendapat terakhir fraksi-fraksi MPR  atas rancangan perubahan UUD hasil Komisi A dan pengambilan putusan atau pengesahan atas rancangan perubahan tersebut.

  1. Bentuk-bentuk Perubahan UUD Negara RI Tahun 1945
  2. Mengubah rumusan yang telah ada.
  3. Membuat rumusan baru sama sekali.
  4. Menghapuskan/menghilangkan rumusan yang ada.
  5. Memindahkan rumusan pasal ke dalam rumusan ayat atau sebaliknya memindahkan rumusan ayat ke dalam rumusan pasal sekaligus mengubah penomoran pasal atau ayat
  1. Macam-macam Perubahan UUD 1945

Setelah melalui tingkat-tingkat pembicaraan sesuai dengan ketentuan Pasal 92 Peraturan Tata Tertib MPR, dalam beberapa kali sidang MPR telah mengambil putusan empat kali perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan perincian sebagai berikut.

  1. Perubahan Pertama Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 hasil Sidang Umum MPR tahun 1999 (tanggal 14 sampai dengan 21 Oktober 1999).
  2. Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 hasil Sidang Tahunan MPR tahun 2000 (tanggal 7 sampai dengan 18 Agustus 2000).
  3. Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 hasil Sidang Tahunan MPR tahun 2001 (tanggal 1 sampai dengan 9 November 2001).
  4. Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 hasil Sidang Tahunan MPR tahun 2002 (tanggal 1 sampai dengan 11 Agustus 2002).

Setelah disahkannya Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada Sidang Tahunan MPR tahun 2002 yang lalu, agenda reformasi konstitusi Indonesia untuk kurun waktu sekarang ini dipandang telah tuntas. Mengingat perubahan dilakukan dengan cara adendum, setelah dilakukan empat kali perubahan dalam satu rangkaian kegiatan, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memiliki susunan sebagai berikut:

  1. Naskah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang ditetapkan dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945 dan diberlakukan kembali dengan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 serta dikukuhkan secara aklamasi pada tanggal 22 Juli 1959 oleh Dewan Perwakilan Rakyat (sebagaimana tercantum dalam Lembaran Negara Nomor 75 Tahun 1959);
  2. Perubahan Pertama Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (sebagaimana tercantum dalam Lembaran Negara Nomor 11 Tahun 2006);
  3. Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (sebagaimana tercantum dalam Lembaran Negara Nomor 12 Tahun 2006);
  4. Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (sebagaimana tercantum dalam Lembaran Negara Nomor 13 Tahun 2006);
  5. Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (sebagaimana tercantum dalam Lembaran Negara Nomor 14 Tahun 2006).

Eksistensi UUD RI tahun 1945

UNDANG-UNDANG DASAR SEBAGAI HUKUM DASAR

  1. Eksistensi UUD RI Tahun 1945

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Taun 1945 adala hukum dasar tertulis (basic low), dan sebagai konstitusi Pemerintahan Negara Republik Indonesia

  1. Periode berlakunya UUD 1945 (18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949)

Dalam kurun waktu 1945-1950, UUD 1945 tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya karena Indonesia sedang disibukkan dengan perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Maklumat Wakil Presiden Nomor X pada tanggal 16 Oktober 1945 memutuskan bahwa kekuasaan legislatif diserahkan kepada KNIP , karena MPR dan DPR belum terbentuk. Tanggal 14 November 1945 dibentuk Kabinet Semi-Presidensial (“Semi-Parlementer”) yang pertama, sehingga peristiwa ini merupakan perubahan pertama dari sistem pemerintahan Indonesia terhadap UUD 1945.

  1. Periode berlakunya Konstitusi RIS 1949 (27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950)

Pada masa ini sistem pemerintahan indonesia adalah parlementer. Bentuk pemerintahan dan bentuk negaranya federasi yaitu negara yang di dalamnya terdiri dari negara-negara bagian yang masing masing negara bagian memiliki kedaulatan sendiri untuk mengurus urusan dalam negerinya. Ini merupakan perubahan dari UUD 1945 yang mengamanatkan bahwa Indonesia adalah Negara Kesatuan.

  1. Periode UUDS 1950 (17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959)

Pada periode UUDS 1950 ini diberlakukan sistem Demokrasi Parlementer yang sering disebut Demokrasi Liberal. Pada periode ini pula kabinet selalu silih berganti, akibatnya pembangunan tidak berjalan lancar, masing-masing partai lebih memperhatikan kepentingan partai atau golongannya. Setelah negara RI dengan UUDS 1950 dan sistem Demokrasi Liberal yang dialami rakyat Indonesia selama hampir 9 tahun, maka rakyat Indonesia sadar bahwa UUDS 1950 dengan sistem Demokrasi Liberal tidak cocok, karena tidak sesuai dengan jiwa Pancasila dan UUD 1945.

  1. Periode kembalinya ke UUD 1945 (5 Juli 1959 – 1966)

Karena situasi politik pada Sidang Konstituante 1959 dimana banyak saling tarik ulur kepentingan partai politik sehingga gagal menghasilkan UUD baru, maka pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang salah satu isinya memberlakukan kembali UUD 1945 sebagai undang-undang dasar, menggantikan Undang-Undang Dasar Sementara 1950 yang berlaku pada waktu itu.

Pada masa ini, terdapat berbagai penyimpangan UUD 1945, di antaranya:

  1. Presiden mengangkat Ketua dan Wakil Ketua MPR/DPR dan MA serta Wakil Ketua DPA menjadi Menteri Negara
  2. MPRS menetapkan Soekarnosebagai presiden seumur hidup
  3. Pemberontakan Partai Komunis Indonesia Melalui Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia
  1. Periode UUD 1945 masa orde baru (11 Maret 1966 – 21 Mei 1998)

Pada masa Orde Baru (1966-1998), Pemerintah menyatakan akan menjalankan UUD 1945 dan Pancasila secara murni dan konsekuen.

Pada masa Orde Baru, UUD 1945 juga menjadi konstitusi yang sangat “sakral”, di antara melalui sejumlah peraturan:

  1. Ketetapan MPR Nomor I/MPR/1983yang menyatakan bahwa MPR berketetapan untuk mempertahankan UUD 1945, tidak berkehendak akan melakukan perubahan terhadapnya
  2. Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983tentang Referendum yang antara lain menyatakan bahwa bila MPR berkehendak mengubah UUD 1945, terlebih dahulu harus minta pendapat rakyat melalui referendum.
  3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985tentang Referendum, yang merupakan pelaksanaan Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983.
  1. Periode UUD 1945 Amandemen

Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan dasar seperti tatanan negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi dan negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa. Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan di antaranya tidak mengubah Pembukaan UUD 1945, tetap mempertahankan susunan kenegaraan (staat structuur) kesatuan atau selanjutnya lebih dikenal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta mempertegas sistem pemerintahan presidensial.

  1. Pengertian Hukum Dasar

Hukum dasar adalah aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara. Untuk menyelediki hukum dasar suatu negara tidak cukup hanya menyelidiki pasal-pasal UUD nya saja, akan tetapi harus menyelidiki juga bagaimana  prakteknya dan suasana kebatinannya dariUUD itu.

Hukum dasar tertulis (UUD) merupakan kerangka dan tugas-tugas pokok dari badan-badan pemerintah suatu negara dalam menentukan mekanisme kerja badan-badan tersebut seperti eksekutif, yudikatif dan legislatif. Undang-Undang Dasar RI 1945 merupakan hukum dasar yang tertulis, kedudukan dan fungsi dari UUD RI 1945 merupakan pengikat bagi pemerintah, lembaga negara, maupun lembaga masyarakat, sebagai warga negara Indonesia. Sebagai hukum dasar, UUD RI 1945 memuat normat-norma atau aturan-aturan yang harus diataati dan dilaksanakan.

Istilah konstitusi mempunyai 2 ( dua ) pengertian yaitu :

  1. Konstitusi dalam arti luas : adalah keseluruhan dari ketentuan – ketentuan dasar atau disebut juga hukum dasar,baik hukum dasar tertulis maupun hukum dasar tidak tertulis.
  2. Konstitusi dalam arti sempit : Adalah hukum dasar tertulis yaitu undang-undang dasar. Di Indonesia disebut juga dengan UUD RI 1945.

Di negara-negara yang mendasarkan dirinya atas demokrasi konstitusional, UUD mempunyai fungsi khas, yaitu membatasi kekuasaan pemerintah, sehingga penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat semena-mena.

  1. Proses Perubahan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Dengan adanya tuntutan reformasi diantaranya adalah amandemen UUD 1945, maka UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan. Latar belakang perubahan adalah   :

  1. Kekuasaan tertinggi ditangan MPR
  2. Kekuasaan yang sangat besar pada presiden
  3. Pasal-pasal yang terlalu “luwes” sehingga dapat menimbulkan multitafsir
  4. Kewenangan pada presiden untuk mengatur hal-hal penting dengan undang-undang
  5. Rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggara negara belum cukup didukung ketentuan konstitusi

Adapun tujuan perubahan yaitu untuk menyempurnakan aturan dasar, mengenai :Tatanan negara, kedaulatan rakyat, Hak Asasi Manusia, pembagian kekuasaan, kesejahteraan sosial, eksistensi negara demokrasi dan negara hukum,  hal-hal lain sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa. Dasar yuridis perubahan adalah : Pasal 3 UUD 1945, Pasal 37 UUD 1945, Tap MPR No.IX/MPR/1999, Tap MPR No.IX/MPR/2000,  Tap MPR No.XI/MPR/2001

Kesepakatan dasar dalam mengamandemen UUD 1945 antara lain :

  1. Tidak mengubah pembukaan UUD 1945
  2. Tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia
  3. Mempertegas sistem presidensiil
  4. Penjelasan yang memuat hal-hal normatif akan dimasukan kedalam pasal-pasal
  5. Perubahan dilakukan dengan cara “adendum”

Sebelum perubahan sistematiknya terdiri dari Pembukaan, Batang Tubuh 16 Bab, 37 pasal, 49 ayat,  4 pasal aturan peralihan dan 2 ayat aturan tambahan , penjelasan. Setelah  melalui sidang Umum MPR tahun 1999, sidang  tahunan MPR  2000, sidang tahunan MPR 2001  dan sidang tahunan  MPR 2002 menghasilkan UUD 1945 dengan sistematika  :  Pembukaan, Pasal-pasal terdiri dari 16 Bab, 37 pasal ,170 ayat, 3 pasal aturan peralihan dan 2 pasal aturan tambahan.

 

 

Serikat Karyawan

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Karena atas berkat dan limpahan rahmatNyalah maka penulis dapat menyelesaikan sebuah makalah dengan tepat waktu.

Berikut ini kami mempersembahkan sebuah makalah Manajemen Aumber Daya Manusia dengan judul “Hubungan Serikat Karyawan Manajemen”, yang menurut kami dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita untuk mempelajari materi ini.

Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon permakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang kami buat kurang tepat.

Dengan ini kami mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan semoga Allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Bekasi, 02 Desember 2014

“Penulis”
 

 

 

 

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………  1

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………..  2

BAB I             : PENDAHULUAN……………………………………………………………  3

TUJUAN………………………………………………………………………  4

RUMUSAN MASALAH…………………………………………………….  4

BAB II                        : PEMBAHASAN……………………………………………………………..  5

  1. Landasan Pertimbangan Pembentukan Serikat Karyawan …………….. 5
  2. Perundingan Kolektif…………………………….…………………… .. 5
  3. Kesepakatan Kerja Bersama ……………….……………………………. 7
  4. Hubungan Pekerja – Manajemen ……………….………………….……. 8
  5. Tindakan Disiplin dan Pengadua …………….………………….…..…. 8

BAB III          : PENUTUP……………………………………………………………………. 9

KESIMPULAN………………………………………………………………  9

BAB IV          : DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….  10

 

 

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Apabila dikatakan bahwa Sumber Daya Manusia merupakan sumber daya terpentingyang dimiliki oleh perusahaan, salah satu implikasinya bahwa investasi yang terpenting yangdilakukan perusahaan adalah di bidang sumber daya manusia. Dengan investasi yang besar ini, perusahaan mengharapkan output yang juga besar. Oleh karena itu, perusahaan berusahauntuk mencapainya dengan maksimal.

Dengan adanya Keputusan Menteri No. 5 tahun 1998 mengenai pendaftaran serikat buruh, maka hal itu menandai berakhirnya SPSI sebagai serikat pekerja tunggal. Di bawah pemerintahan Presiden Habibie, Indonesia meralat Konvensi ILO no. 87 tentang kebebasanmembentuk serikat pekerja dan hal itu kemudian diikuti oleh keluarnya Undang-Undang No.21 tahun 2000 yang mengatur antara lain pembentukan, keanggotaan, pendaftaran, hak dantanggung jawab serta keuangan serikat pekerja. Sejak keluarnya Undang-undang No. 21tersebut, jumlah serikat pekerja pun bertumbuh pesat.

Pada era Orde Baru, hanya ada satu serikat pekerja yang diakui dan dikontrol oleh pemerintah; yaitu FSPSI (Federasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia). Ini adalah cara pemerintah untuk merespon pada persyaratan ILO agar mengijinkan adanya serikat pekerja.Selain serikat pekerja tunggal ini, pemerintah juga membolehkan serikat pekerja non afiliasi pada tingkat korporasi. Meskipun begitu, dengan hanya organisasi tunggal dan non afiliasi,serikat pekerja ini tidak efektif dalam memobilisasi dan membangun kekuatan yang cukupuntu mengusahakan perbaikan kesejahteraan pada anggotanya.

Tetapi kini setelah keluarnya UU No. 21 tahun 2000, ada kebebasan yang lebih besar dan lebih mudah untuk membangun serikat pekerja dalam perusahaan; hanya perlu 21 hari untuk membentuk serikat asal semua persyaratan telah dipenuhi sesuai UU No. 21. Selain itu,UU tersebut juga mengijinkan lebih dari satu serikat pekerja dalam satu perusahaan dan dengan Keputusan Pengadilan Konstitusi No 115/PUU  –  VII/2009, mengijinkan serikat pekerja minoritas untuk membentuk koalisi dan mengambil bagian dalam negosiasi Collective Labour Agreement (CLA),dimana sebelum itu mereka tidak diikutsertakan dalam negosiasi.

 

 

TUJUAN

  1. Memahami landasan sebagai pertimbangan pembentukan serikat karyawan
  2. Memahami apa saja langkah-langkah pihak manajemen
  3. Memahami perundingan kolektif
  4. Memahami kesepakatan kerja bersama
  5. Memahami hubungan Pekerja – Manajemen
  6. Memahami tindakan disiplin dan pengaduan

RUMUSAN MASALAH

  1. Landasan Pertimbangan Pembentukan Serikat Karyawan
  2. Langkah-langkah Pihak Manajemen
  3. Perundingan Kolektif
  4. Kesepakatan Kerja Bersama
  5. Hubungan Pekerja – Manajemen
  6. Tindakan Disiplin dan Pengaduan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

  1. Landasan Pertimbangan Pembentukan Serikat Karyawan

Pada saat pembentukannya, suatu serikat pekerja/serikat buruh (SP) harus memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. Hal ini berdasarkan Pasal 11 Serikat Kerja/Serikat Buruh, yang berbunyi:

  • Setiap serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh harus memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.
  • Anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-kurangnya harus memuat:
  1. nama dan lambang;
  2. dasar negara, asas, dan tujuan;
  3. tanggal pendirian;
  4. tempat kedudukan;
  5. keanggotaan dan kepengurusan;
  6. sumber dan pertanggungjawaban keuangan; dan
  7. ketentuan perubahan anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga.

Setelah proses pembentukannya selesai, maka tahapan yang harus dilakukan berikutnya adalah memberitahukan secara tertulis kepada instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan (Dinas Tenaga Kerja dari pemerintah Kabupaten atau walikotamadya di mana perusahaan berdomisili) untuk dilakukan pencatatan atas pembentukan SP tersebut. Hal ini diatur di dalam Pasal 18 UU Serikat Pekerja/Serikat Buruh, yang berbunyi:

  • Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang telah terbentuk memberitahukan secara tertulis kepada instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat untuk dicatat.
  • Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan dilampiri:
  1. daftar nama anggota pembentuk;
  2. anggaran dasar dan anggaran rumah tangga;
  3. susunan dan nama pengurus.

 

  1. Perundingan Kolektif

Perundingan kolektif adalah suatu proses dimana perwakilan manajemen dan serikat pekerja yang bertemu untuk merundingkan satu kesepakatan tenaga kerja. Perundingan kolektif ini akan memuat persetujuan tentang ketentuan khusus menyangkut upah, jam, dan kondisi kerja.

  1. Factor-faktor Pengaruh dalam Perundingan Kolektip
  1. Cakupan rundingan

Yaitu banyaknya buruh yang akan terkena hasil perundingan atau perjanjian kerja, seperti dalam suatu departemen, devisi, perusahaan atau keseluruhan karyawan dalam suatu industry.

  1. Tekanan-tekanan perundingan serikat karyawan

Selain penggunaan taktik tawar-menawar, ada tiga tipe tekanan yang lebih kuat yang kadang-kadang digunakan :

  1. Pemogokan
  2. Mencegah atua menghalangi karyawan-karyawan yang ingin masuk kerja sewaktu diadakan pemogokan.
  1. Peran pemerintah

Serikat karyawan dan buruh sering lebih mempersilahkan intervensi pemerintah untuk menyelesaikan berbagai masalah hubungan kerja mereka. Interverensi ini paling tidak dlam bentuk segala perundang-undangan dan peraturan di bidang perburuhan.

  1. Kesediaan perusahaan

Kesediaan perusahaan untuk berunding secara terbuka dengan serikat karyawan di tentukan oleh kemampuan atau kekuatan perusahaan, filsafat kepemimpinan, gaya manajemen dan kemungkinan menggunakan alat-alat pemaksaan (misal ; pemecatan, skorsing, demosi dan sebagainya)

  1. Manajemen menggunakan beberapa teknik untuk mempersiapkan perundingan.

Pertama   : manajemen menyediakan data yang merupakan landasan membangun posisi perundingannya. Berupa data upah dan tunjangan, serta perbandingan tarif upah local dan tarif yang dibayar untuk pekerja yang sama dalam indusrti. Data tentang distribusi tenaga kerja ( missal ; dari segi usia, jenis kelamin, senioritas), factor-faktor tersebut juga menentukan apa yang sesungguhnya akan di bayar dalam tunjangan. Yang juga penting adalah data ekonomi internal menyangkut baiaa tunjangan, level pendapatan keseluruhan, dan jumlah serta biaya kerja lembur. Manajemen juga akan ‘membiayai’ kontrak tenaga kerja terbaru dan menetapkan biaya yang meningkat-total, per karyawan, dan per-jam dari tuntutan serikat pekerja.

Kedua      : survey sikap untuk menguji reaksi dari karyawna terhadap berbagai seksi kontrak yang mungkin dirasakan manajemen menuntut perubahan dan konferensi tidak resmi dengan pemimpin serikat pekerja setempat guna membahas efektivitas operasional dari kontrak dan mengusulkan pemeriksaan percobaan tentang gagasan manajemen bagi perubahan.

  1. Tahap-tahap perundingan

perundingan actual khususnya berlangsung melalui  beberapa tahap pengembangan.

Pertama  : masing-masing pihak menyajikan tuntutannya. Tahap ini kedua pihak biasanya cukup jauh berdasarkan beberapa soal.

Kedua       : ada satu pengurangan tuntutan. Pada tahap ini masing-masing pihak menukarkan beberapa dari tuntutannya untuk mendapatkan yang lain.

Ketiga       : semua pihak membentuk subkomite gabungan untuk mencoba mewujudkan alternative yang masuk akal.

Keempat  : perwakilan serikat pekerja memeriksa secara informal para penyelia mereka dan anggota serikat pekerja, perwakilan manajemen memeriksa manajemen puncak. Akhirnya, begitu segala sesuatu menjadi teratur, satu persetujuan resmi disepakati dan ditandatangani.

  1. Proses perundingan kolektif
  2. Tahap persiapan negosiasi.
  3. Tahap keberhasilan perundingan tergantung pada kesiapan kedua belah pihak.
  4. Kegiatan-kegiatan follow-up, yaitu administrasi perjanjian kerja.
  1. Kesepakatan Kerja Bersama

adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak.

Peraturan-peraturan yang mendasari diperlukannya KKB/PKB antara lain adalah:

  1. UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
  2. UU No. 1 Tahun 1954 tentang Perjajian Perburuhan Antara Serikat Buruh dan Majikan
  3. UU No. 18 Tahun 1956 tentang Persetujuan Konvensi ILO No. 98 mengenai Berlakunya Dasar-dasar daripada Hak Untuk Berorganisasi dan Berunding Bersama
  4. PP No.49 Tahun 1954 tentang Cara Membuat dan Mengatur Perjanjian Perburuhan
  5. Kepmenaker No.Per-01/MEN/1985 tentang Pelaksanaan Tata Cara Pembuatan Kesepakatan Kerja Bersama
  1. Hubungan Pekerja – Manajemen

 

  1. Hubungan yang kurang harmonis

Tujuan para pekerja, serikat pekerja, manajemen, dan pemerintah seringkali tidak berjalan seiring. Sehingga, sering muncul hubungan yang kurang harmonis, dimana pekerja dan manajemen berusaha untuk memperoleh potongan yang lebih besar dari pendapatan yang ada. Secara historis, SP mengambil sikap yang kurang harmonis dalam interaksinya dengan manajemen. Fokus tuntutannya adalah pada upah, jam kerja, dan kondisi kerja sebagai usaha untuk memperoleh “lebih banyak dan lebih baik” dari yang selama ini diterima dari perusahaan.

  1. Hubungan Kooperatif

Dalam satu hubungan yang kooperatif, peran serikat pekerja adalah sebagai mitra, bukan pengkritik, dan SP mempunyai tanggung jawab yang sama dengan manajemen untuk mencapai solusi yang kooperatif yang menghasilkan sesuatu seperti yang ditunjukkan dalam “kemitraan dalam perundingan kolektif”. Oleh karenanya, hubungan yang kooperatif membutuhkan suatu hubungan dimana serikat pekerja dan manajemen bersama-sama memecahkan masalah, saling berbagi informasi, dan mencari pemecahan yang integrative

  1. Tindakan Disiplin dan Pengaduan

Disiplin karyawan dan prosedur menangani keluhan karyawan digunakan oleh organisasi untuk memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan pelang-garan peraturan kerja organisasional atau masalah kerja yang buruk.  Apabila seorang karyawan mempunyai keluhan terhadap organisasi atau manajemen, sewajarnya karyawan tersebut menggunakan prosedur untuk menyelesaikan masalahnya.

Agar dapat berkompetisisecara efektif, organisasi harus mengambil langkah-langkah untuk menjamin bahwa mereka yang berkinerja bagus dimotivasi untuk tetap bertahan bekerja bersama organisasi, sedangkan mereka yang memiliki kinerja  rendah didorong untuk meningkatkan kinerjanya atau kalau perlu dipaksa untuk meninggalkan organisasi.  Bagaimanapun juga , mempertahankan orang-orang yang berkinerja tinggi tidaklah selalu mudah.  Untuk melaksanakan hal tersebut, organisasi dapat menggunakan program-program seperti, pengembangan karyawan, pengelolaan kinerja dan pengembangan karir.

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Serikat karyawan merupakan gabungan pemersatu karyawan sehingga karyawan memiliki rasa persaudaraan yang kuat karena kesamaan di bidang profesi . Serikat karyawan atau union terbentuk karena para karyawan tidak puas terhadap berbagai kondisi perusahaan. Kerangka hubungan serikat karyawan dan manajemen terdiri dari 3 aktor (pemeran) utama : para pekerja dan wakil-wakil mereka (pengurus serikat), para manajer (manajemen) dan wakil-wakil pemerintah dalam bidang legislatif,yudikatif dan eksekutif. Masing-masing pihak ini saling ketergantungan, namun mereka tidak seimbang. Pemerintah adalah kekuatan dominan karena menentukan peranan manajemen dan serikat karyawan melalui hukum-hukum dalam bidang kepegawaian atau perburuhan.

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

www.mdp.ac.id

https://daudydingga.wordpress.com/2014/01/07/manajemen-sdm-bab-7-14/

http://verahadiyati.blogspot.com/2012/12/perundingan-kolektif.html

Nasib Koperasi Indonesia

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, karena atas berkat dan limpahan rahmatNyalah maka saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.

Berikut ini saya mempersembahkan sebuah makalah dengan judul “Koperasi Nasibmu Kini”, yang menurut saya dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita untuk mempelajari kondisi kooperasi Indonesi saat ini.

Melalui kata pengantar ini penulis terlebih dahulu meminta maaf dan memohon pemakluman bilamana isi makalah ini ada kekurangan dan ada penulisan yang kurang tepat.

Dengan ini saya mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan semoga allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Bekasi 05 November 2014

“Penulis”

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………..1

DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………2

BAB I             : PENDAHULUAN………………………………………………………………..3

  1. LATAR BELAKANG……………………………………………………….3
  2. TUJUAN……………………………………..…………………………………3
  3. RUMUSAN MASALAH………………………………………………..……3

BAB II                        : PEMBAHASAN……………………………………………………………..…..4

  1. Nasib koperasi iIndonesia saat ini……………………………………………4
  2. Kewajiban Pemerintah terhadap Koperasi……………………………………7
  3. Kebijakan Pemerintah…………………….………………………………….8

BAB III          : PENUTUP……………………………………………………………………….11

KESIMPULAN…………………………………………………………………..11

BAB IV          : DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………..13

BAB I

PENDAHULUAN

  1. LATAR BELAKANG

Koperasi Indonesia dalam rangka pembangunan ekonomi dan perkembangan anggota dan masyarakat berperan untuk mempersatukan, mengarahkan, membina dan mengembangkan potensi untuk meningkatkan dan mewujudkan tercapainya pendapatan yang adil dan kemakmuran yang merata.

Sebagian rakyat Indonesia merupakan manusia yang mampu mengembangkan produksinya, sedang sebagian hanya merupakan usahawan perorangan yang sulit mengembangkan usaha produksinya dan tetap hidup di bawah garis kemiskinan. Hal ini karena modal yang mereka miliki terbatas dan pengetahuan mereka yang sangat kurang.

Koperasi merupakan suatu badan usaha bersama yang berjuang bersama untuk membebaskan diri para anggotanya dari kesulitan-kesulitan ekonomi tersebut. Namun perkembangan koperasi ini juga kurang menggembirakan karena kurangnya bimbingan dan fasilitas yang tersedia.

  1. TUJUAN

Memahami bagaimana keadaan koperasi di Indonesia saat ini.

  1. RUMUSAN MASALAH
  2. Bagaimana nasib Koperasi di Indonesia saat ini?
  3. Program – program Koperasi apa saja yang bermanfaat bagi masyarakat dan dapat dirasakan oleh masyarakat?
  4. Masalah – masalah apa saja yang mengakibatkan Koperasi Indonesia bisa disebut “hidup segan mati tak mau”?
  5. Bagaimana kewajiban pemerintah terhadap Koperasi?
  6. Bagaimana Peran dan kebijaksanaan pemerintah untuk mengembangkan perkoperasian di Indonesia?

BAB II

PEMBAHASAN

 

  1. Nasib Koperasi Indonesia saat ini

Nasib koperasi di Indonesia semakin muram, tak ditangani sepenuh hati. Pemerintah agaknya lebih menekankan pada sistem ekonomi neoliberal. Cita-cita untuk menjadikan koperasi sebagai sokoguru perekonomian Indonesia, agaknya semakin jauh panggang dari api. Kondisi koperasi, terutama KUD (Koperasi Unit Desa), bak kerakap tumbuh diatas batu, mati enggan hidup pun tak mau.

Justru yang lebih sering terdengar datang dari berbagai pelosok negeri, kegagalan demi kegagalan yang terjadi pada koperasi. Meski pemerintah memiliki kementerian yang menangani koperasi, namun kemauan pemerintah membangun koperasi belum sepenuh hati. Pemerintah lebih berasyik masuk dengan pembangunan sistem ekonomi yang tak pro rakyat, yakni sistem ekonomi neoliberal.

Padahal antara sistem ekonomi neoliberal dan koperasi ibarat air dan minyak. Keduanya saling bertentangan dan mustahil untuk bisa berdampingan ataupun seiring sejalan. Kalau boleh diumpamakan, antara ekonomi neoliberal dan koperasi ibarat langit dan bumi. Kenapa? Ekonomi neoliberal menyerahkan perekonomian pada mekanisme pasar dan padat modal, dan yang terjadi kemudian yang kaya semakin kaya, dan orang miskin tetap melarat. Sedang koperasi bertujuan untuk memperjuangkan kemakmuran bagi anggotanya.

Kalau dilihat dari pertumbuhan koperasi, dari tahun ke tahun memang terjadi peningkatan, namun seiring dengan itu terdengar pula nasib buruk menimpa koperasi. Pada tahun 2010 misalnya, jumlah koperasi di Indonesia mencapai 170.411 unit dengan jumlah anggota 29,240 juta. Terjadi peningkatan 9,97% dibanding 2008. Dari segi volume usaha, pada 2010 mencapai Rp 82,1 triliun atau naik 19,95% dibanding volume usaha pada 2008.

Namun hasil ini belum bisa dikatakan baik. Pasalnya, menurut majelis pakar DEKOPIN dari peningkatan – peningkatan tersebut dibarengi dengan lebih dari 10% koperasi di indonesia sudah tidak aktif lagi. Dan sebagian besar koperasi tersebut berada di daerah pedesaan, yang sering di sebut dengan Koperasi Unit Desa (KUD). Padahal dalam perjalanannya, KUD merupakan basis sektor primer yang memberikan lapangan pekerjaan terbesar bagi penduduk indonesia. Artinya dengan kemandekan KUD menjadi cermin mundurnya kemajuan perekonomian di pedesaan yang berakibat meningkatkan pengangguran di pedesaan.

Padahal, menurut Ketua Bidang Koperasi HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia) ini, KUD dalam perjalanannya merupakan salah satu basis sektor primer yang memberikan lapangan kerja terbesar bagi penduduk Indonesia. Artinya, kemandegan KUD menjadi cermin seretnya kemajuan perekonomian di pedesaan. Dan, ini membuat ancaman pengangguran di pedesaan semakin bertambah.

Akibatnya, masing-masing notaris memiliki aturan yang berbeda-beda dalam menentukan persyaratan pendirian koperasi. Situasi ini diperparah lagi oleh kemauan pemerintah yang terlanjur memilih sistem ekonomi liberal sebagai jiwa pembangunan ekonomi Indonesia. Padahal ekonomi pedesaan pada umumnya dan koperasi khususnya, tidak mungkin dibiarkan sendiri “berperang” menghadapi para pengusaha yang memiliki modal raksasa. Seharusnya, pemerintah memberi perlindungan, perhatian dan bantuan lebih besar pada koperasi dan perekonomian desa.

Hambatan lain yang dihadapi koperasi atau ekonomi kerakyatan adalah dari sisi permodalan. Kemampuan koperasi, terutama KUD, untuk mendapatkan akses pembiayaan terkendala aturan main yang ada di bank. Padahal dana masyarakat yang terkumpul di bank sudah mencapai Rp 2.100 trilliun. Sesuai dengan ketentuan perbankan, 80% dari dana masyarakat itu seharusnya dikembalikan ke masyarakat dalam bentuk pinjaman atau Loan Deposit Ratio (LDR).

Tapi, kenyataannya, hingga 2010 pengembalian dana atau LDR perbankan ke masyarakat, misalnya untuk sektor pertanian, baru mencapai 5%. Penyebabnya, tak lain, karena masyarakat kecil umumnya dan koperasi pada khususnya tidak sanggup memenuhi syarat untuk mendapatkan kucuran kredit yang dikenal dengan prudential bank berupa 5 C (capital, condition, character, capacity dan collateral).

Dari kelima prudential bank itu yang paling sulit dipenuhi oleh koperasi adalah collateral atau agunan. Agunan berupa sertifikat tanah adalah paling layak oleh bank, tapi bagi petani cukup memberatkan. Karena, sebagian besar petani pemilik sawah belum tentu memiliki sertifikat.

Syarat lainnya, yang juga sulit, adalah soal karakter hasil pertanian yang dikelola KUD memiliki risiko yang sangat besar. Perbankan menganggap syarat ini penting lantaran sifat barang-barang produk pertanian mudah rusak, dan tidak tahan lama.

Akibat dari itu semua, yang terjadi kemudian terjadi saling tidak percaya antara petani dan koperasi di satu pihak dengan bank di lain pihak. Sehingga yang terjadi sekarang, menurut Endang Thohari, banyak petani dan koperasi yang memercayakan penyimpanan uangnya di bank, tetapi bank tidak mempercayai petani atau koperasi sebagai salah satu penerima kredit,”ungkap Endang Thohari.

Dan, lebih menyakitkan lagi, bank lebih percaya mengucurkan kreditnya untuk pembangunan perumahan dan apartemen mewah dibanding untuk para petani dan KUD. Agar pemerintah tidak dituding setengah hati dalam membantu petani dan koperasi, pemerintah harus mengubah peraturan itu.

Dari sini tampak jelas bahwa pemerintah belum separuh hati dalam membangun perekonomian berbasis kerakyatan koperasi. Sesungguhnya banyak program – program koperasi yang bermanfaat bagi masyarakat dan dan dapat dirasakan oleh masyarakat, seperti :

  • koperasi sebagai lembagayang mampu menjalankan suatu kegiatan usaha yang tidak dilakukan oleh lembaga lain. Kegiatan usaha ini misalnya pelayanan kebutuhan keuangan atau perkreditan, dengan prosedur yang sederahana dan singkat.
  • koperasi mampu menjangkau kebutuhankarena berada di tengah-tengah masyarakat. Jenis usaha yang dilakukan koperasi mudah diadaptasikan dengan kebutuhan anggota karena adanya interaksi dan komunikasi yang intens.
  • koperasi menjadi organisasiyang dimiliki oleh anggotanya. Rasa memilki ini dinilai telah menjadi faktor utama yang menyebabkan koperasi mampu bertahan pada berbagai kondisi sulit, yaitu dengan mengandalkan loyalitas anggota dan kesediaan anggota untuk bersama-sama koperasi menghadapi kesulitan tersebut.

Bukti laporan dari Internatinal Cooperative Alliance (ICA), yang merilis daftar 300 koperasi berprestasi global pada tahun 2011 ini,  yang dianggap sukses, salah satu indikator yang dinilai dari jumlah perputaran omsetnya. Hasilnya justru mengejutkan, sebagian besar justru didominasi koperasi-koperasi di negara-negara maju, seperti Amerika Serikat, Belanda, Perancis dan Inggris. Negara yang nyata-nyata menganut sistem ekonomi liberal. Lebih parah lagi, tak satu pun koperasi yang masuk peringkat global itu berasal dari Indonesia. Padahal, penggagas berdirinya koperasi adalah putra bangsa Indonesia sendiri.

Masalah – masalah lain yang mengakibat koperasi indonesia bisa disebut “hidup segan mati tak mau” antara lain :

  • Manajemen pengelolaan yang kurang professional

Manajemen koperasi yang kurang berkembang diantaranya disebabkan oleh kurang apiknya pengelolaan oleh sumber daya manusia yang kurang begitu kompeten dalam menghadapi kemajuan zaman dan teknologi. Manusia sekarang memang kurang memahami apa arti manajemen itu sendiri, oleh karnanya hampir dalam segala aspek dan bidang terutama koperasi tidak dapat terorganisir antara pekerjaan yang satu dengan yang lain, serta kurang terorganisir juga hubungan antara atasan dengan anggota dibawahnya. Solusi yang tepat dalam menangani masalah ini adalah dengan cara lebih memerhatikan para anggota dalam melakukan segala tindak pekerjaannya, serta dengan cara memberikan penyuluhan secara rutin kepada anggota pada kurun waktu yang sama.

  • Demokrasi ekonomi yang kurang

Dalam arti kata demokrasi ekonomi yang kurang ini dapat diartikan bahwa masih ada banyak koperasi yang tidak diberikan keleluasaan dalam menjalankan setiap tindakannya. Setiap koperasi seharusnya dapat secara leluasa memberikan pelayanan terhadap masyarakat, karena koperasi sangat membantu meningkatkan tingkat kesejahteraan rakyat oleh segala jasa – jasa yang diberikan, tetapi hal tersebut sangat jauh dari apa ayang kita pikirkan. Keleluasaan yang dilakukan oleh badan koperasi masih sangat minim, dapat dicontohkan bahwa KUD tidak dapat memberikan pinjaman terhadap masyarakat dalam memberikan pinjaman, untuk usaha masyarakat itu sendiri tanpa melalui persetujuan oleh tingkat kecamatan dll. Oleh karena itu seharusnya koperasi diberikan sedikit keleluasaan untuk memberikan pelayanan terhadap anggotanya secara lebih mudah, tanpa syarat yang sangat sulit.

  • Kelembagaan koperasi

Sejumlah masalah kelembagaan koperasi yang memerlukan langkah pemecahan di masa mendatang meliputi hal-hal:

  • Kelembagaan koperasi belum sepenuhnya mendukung gerak pengembangan usaha. Hal ini disebabkan adanya kekuatan, struktur dan pendekatan pengembangan kelembagaan yang kurang memadai bagi pengembangan usaha. Aspek kelembagaan yang banyak dipermasalahkan antara lain adalah daerah kerja, model kelembagaan koperasi produksi, koperasi konsumsi dan koperasi jasa, serta pemusatan koperasi.
  • Alat perlengkapan organisasi koperasi belum sepenuhnya berfungsi dengan baik.

Oleh karna itu pemerintah seharusnya menomor satukan pengembangan koperasi di indonesia ketimbang sistem ekonomi liberal dan juga memberikan perhatian lebih kepada koperasi di indonesia. Dengan cara memberikan bantuan, pelatihan dalam pengelolaannya, kebijakan – kebijakan yang dapat mengguntungkan koperasi, dan memberikan himbauan kepada masyarakat bahwa koperasi bukan sama seperti badan usaha lainya, tujuan koperasi adalah mensejahterakan rakyat. Agar cita – cita menjadikan koperasi indonesia sebagai sokoguru perekonomian indonesia dapat terwujud dan memprestasikan koperasi indonesia di kancah internasional karena penggagas berdirinya koperasi adalah putra bangsa indonesia sendiri.

  1. Kewajiban Pemerintah Terhadap Koperasi

Kewajiban pemerintah dalam mendorong perkembangan koperasi adalah memberikan bimbingan, pengawasan, perlindungan, dan fasilitas terhadap koperasi.

Mendorong perkembangan koperasi bukan berarti pemerintah ikut campur tangan dalam urusan intern koperasi. Kebebasan gerak koperasi tetap terjamin sesuai dengan demokrasi ekonomi. Koperasi tetap mempunyai hak dan kewajiban untuk mengatur diri sendiri. Pemerintah hanya menetapkan kebijaksanaan, mengatur pembinaan, perlindungan dan pemberian fasilitas serta pengawasan terhadap seluruh kegiatan koperasi.

Pemerintah harusnya bersikap aktif,karena jika bersikap pasif maka secara tidak langsung akan menghambat pertumbuhan dan perkembangan koperasi. Padahal kita mengetahui pentingnya koperasi dalam membantu meningkatkan kehidupan masyarakat yang ekonominya relatif lemah dan besarnya peranan koperasi terhadap keberhasilan pembangunan saat ini.

Untuk mengatur kehidupannya sendiri dalam rangka mewujudkan landasan idiil, pelaksanaan asas serta sendi dasarnya koperasi diberi kebebasan wajar oleh pemerintah. Kebebasan itu hendaknya menjadikan koperasi menyadari bahwa setiap gerak langkahnya adalah mengemban amanat masyarakat khususnya para anggotanya, sehingga tidak boleh menyimpangdari UUD1945 dan PANCASILA.

Kewajiban-kewajiban pemerintah dalam mendorong kehidupan berkoperasi adalah sebagai berikut;

  • Memberikan Bimbingan

Bimbingan itu dengan maksud untuk menciptakan iklim dan kondisi yang memungkinkan gerakan koperasi akan tumbuh dan berkembang antara lain dengan jalan pendidikan dan penyuluhan

  • Menyelenggarakan Pengawasan

Dimaksudkan untuk menyelamatkan dan mengamankan kepentingan , baik bagi perkumpulan koperasi itu sendiri maupun pihak lain.

  • Pemberian Fasilitas

Fasilitas-fasilitas yang diberikan pemerintah untuk koperasi dalam bentuk;

  • Pemberian sesuatu baik yang berupa uang, sarana ataupun jasa
  • Pemberian keistimewaan baik yang berupa keringanan, ataupun kekuatan dalam lalu lintas hukum
  • Kebijaksanaan yang tersendiri tentang perkreditan termasuk syarat-syarat kredit yang mudah dan ringan untuk memajukan usaha-usaha koperasi, fasilitas dalam bidang produksi, distribusi dan sebagainya.
  • Perlindungan Pemerintah

Yaitu untuk memberikan pengamanan dan keselamatan kepentingan koperasi, serta mamberi perlindungan nama koperasi agar nama koperasi tidak dipergunakan untuk maksud menyalahi asas dan sendi dasar koperasi dan nama baik koperasi.

  1. Kebijakan Pemerintah

Seiring bergantinya pemerintahan, untuk sekarang koperasi sangat diperhatikan dengan dibentuk berbagai instansi pemerintahan yang menangani urusan perkoperasian, hal ini menunjukan betapa besar kebijakan pemerintah terhadap koperasi. Dengan adanya departemen koperasi beserta kantor wilayah dan kantor daerahnya, maka bantuan pemerintah terhadap koperasi yang meliputi segi-segi: legislatif, edukatif, moril, dan finansiil dapat dengan mudah ditangani.

  • Segi Legislatif

Dalam segi ini, pemerintah mengeluarkan undang undang organik tentang koperasi yang berisikan ketentuan untuk dijadikan dan kendali bagi pertumbuhan dan perkembangan koperasi.

  • Segi Edukatif

Dalam segi ini, termasuk bimbingan dan pengawasan. Bimbingan dimaksudkan agar koperasi dapat terus berkembang. Yaitu dengan menggiatkan penyuluhan-penyuluhan dan pemberian petunjuk mengenai pembentukan koperasi yang sehat. Selain itu, bimbingan ini juga bertujuan untuk memahirkan para anggota koperasi dalam pengelolaan perkoperasian.

  • Segi Moril

Dalam segi inilah yang bersifat mendorong, memberi fasilitas serta keringanan, pemberian subsidi dan lain sebagainya.

  • Segi Perkreditan

Dalam segi ini tidak terbatas pada kredit-kredit finansial dengan syarat-syarat yang mudah, namun juga kredit mengenai berbagai sarana.

Dari beberapa uraian diatas dapat kita ketahui berbagai kebijaksanaan pemerintah terhadap koperasi,agar koperasi dapat tumbuh berkembang dengan baik, dan koperasi dapat bertambah sehat dengan dimilikinya ketrampilan para pengelolanya, dan permodalan usaha yang mudah diperoleh.

Lancarnya koperasi dalam menjalankan fungsinya bermanfaat dalam meningkatkan produktifitas, pendapatan golongan ekonomi lemah, menciptakan lapangan kerja.

Berikut ini adalah berbagai peran dan kebijaksanaan pemerintah untuk mengembangkan perkoperasian di Indonesiaa yaitu:

  1. Peningkatan Modal Pembangunan Koperasi

Usaha ini Bertujuan untuk mengendalikan dana bagi Lembaga Jaminan Kredit Koperasi guna meningkatkan kemampuan modal koperasi melalui kredit-krdit yang diterimanya dari bank atas jaminan lembaga tersebut.

  1. Bimbingan Penyuluhan Usaha Koperasi

Kegiatan ini bertujuan untuk mengintensifkan usaha pembinaan koperasi dalam rangka usaha untuk meningkatkan produksi dan pemasaran hasil produksi, juga penyuluhanuntuk mewujudkan koperasi yang sehat.

  1. Perkembangan Organisasi dan Tata Laksana Koperasi

Sistem manajemen dan organisasi koperasi dikembangkan kearah sistem manajemen dan organisasi yang disatu pihak dapat melakukan fungsi ekonomi perusahaan secara efektif dan dilain pihak dapat pula merangsang partisipasi anggota dan memenuhi koerasi sebagai organisasi sosial. Dalam hubungan ini di dorong unit perkembangan koperasi lebih besar agar efisiensi dan efektifitas koperasi dapat meningkat selanjutnya memberi kemudahan kepada koperasi untuk memenuhi kebutuhan koperasi atas modal kerjanya

  1. Pendidikan dan Pelatihan

Pendidikan koperasi dalam jangka panjang sudah selayaknya dilaksanakan dan dibiayai oleh koperasi iyu sendiri. Namun untuk menghadapi kelangkaan tenaga usahawan, tenaga terampil dan tenaga administrasi, pemerintah menyediakan fasilitas untuk pendidikan dan pelatihan tenaga untuk pembangunan koperasi.

  1. Peningkatan Penelitian atau Survey Koperasi

Penelitian ini sangat diperlukan untuk mengidentifikasikan masalah, mengadakan eksplorasi dan pengkajian berupa pilot project untuk pembangunan koperasi.

BAB III

PENUTUP

  1. KESIMPULAN

Nasib koperasi di Indonesia semakin muram, tak ditangani sepenuh hati. Pemerintah agaknya lebih menekankan pada sistem ekonomi neoliberal. Cita-cita untuk menjadikan koperasi sebagai sokoguru perekonomian Indonesia, agaknya semakin jauh panggang dari api. Kondisi koperasi, terutama KUD (Koperasi Unit Desa), bak kerakap tumbuh diatas batu, mati enggan hidup pun tak mau.

Program – program koperasi yang bermanfaat bagi masyarakat dan dapat dirasakan oleh masyarakat, seperti :

  • koperasi sebagai lembaga
  • koperasi mampu menjangkau
  • koperasi menjadi organisasi

 

Masalah – masalah lain yang mengakibat koperasi indonesia bisa disebut “hidup segan mati tak mau” antara lain :

  • Manajemen pengelolaan yang kurang professional
  • Demokrasi ekonomi yang kurang
  • Kelembagaan koperasi

Kewajiban-kewajiban pemerintah dalam mendorong kehidupan berkoperasi adalah sebagai berikut;

  • Memberikan Bimbingan
  • Menyelenggarakan Pengawasan
  • Pemberian Fasilitas
  • Perlindungan Pemerintah

Dengan adanya departemen koperasi beserta kantor wilayah dan kantor daerahnya, maka bantuan pemerintah terhadap koperasi yang meliputi segi-segi: legislatif, edukatif, moril, dan finansiil dapat dengan mudah ditangani.

Berikut ini adalah berbagai peran dan kebijaksanaan pemerintah untuk mengembangkan perkoperasian di Indonesiaa yaitu:

  1. Peningkatan Modal Pembangunan Koperasi
  2. Bimbingan Penyuluhan Usaha Koperasi
  3. Perkembangan Organisasi dan Tata Laksana Koperasi
  4. Pendidikan dan Pelatihan
  5. Peningkatan Penelitian atau Survey Koperasi

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

http://arisandyyessi.blogspot.com/2013/01/wajah-koperasi-saat-ini.html

http://ekbis.rmol.co/read/2014/03/17/147565/Hadapi-Persaingan,-Nasib-Koperasi-Mengkhawatirkan-

http://liyapoet.wordpress.com/2014/01/24/usaha-usaha-untuk-mengembangkan-koperasi/

http://ozaycamfrog.blogspot.com/2013/01/koperasi-indonesia-hidup-segan-mati-tak.html

http://partaigerindra.or.id/2012/01/05/koperasi-hidup-segan-mati-tak-mau.html